++ Contoh Cerita Pendek Anak Yang [Singkat+Lengkap)
Juni 07, 2018
Tambah Komentar
FaktaAnak.Com- Tulisan tentang contoh cerita pendek atau seringkali disebut dengan cerpen menjadi salah satu element dasar penting yang harus diberikan kepada seorang anak. Hal ini dilakukan lantaran mendongeng kisah-kisah tentang cerita ini dapat menanamankan karakter dan nilai kejujuran yang baik. Oleh karena itulah pada tulisan ini akan memberikan rangkaian Cerita Pendek Anak
Cerita Pendek Anak
Judul dalam tulisan cerita pendek anak ini sendiri ialah "SEPEDA PINK" yang ditulis dan disajikan oleh Nuri Ikhwana. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi segenap pembaca sekalian dan penulis itu sendiri.
Contoh Cerita Pendek Anak
Mentari pagi dimusim tanam padi begitu menyilaukan, menembus celah-celah bambu gubuk ditepi pematang sawah. Suara diesel dan terjun air yang mengenai tanah lebur dari sumber beradu membangunkannya.
Sesekali ia mengangkat tangannya menutupi uap kantuknya dan mengerjapkan mata. Sosok lelaki yang kini ia tatap itu tengah berdiri menikmati lajunya traktor, menegangkan tangan seraya menggenggam rem mengontrol lekuk pola traktornya.
Kemudian ia melambaikan capingnya dengan jawaban lambaian tangan dari sosok lelaki itu, kini ia berjalan menuju sepeda onthelnya yang bersandar di bawah pohon pisang. Ia mengayuhnya pelan rantai hitam akan lumuran oli ikut berputar mengikuti laju kayuhannya. Sosok lelaki sebayanya menghentikan laju sepedanya, ia tersenyum.
***
“Ibu...”
“Apa?”
“Pake baju yang mana yaa”
“Kamu itu udah gede, pake baju apa aja masak tanya”
“Ibuuu” Putri semata wayangnya mulai merengek menahan tangis, tak bersuara.
“Kenapa? Nangis? Udah mau SD nangis?” Seraya mendatangi gadis kecil yang duduk di pojok kamar terbuntal handuk usai mandi.
“Hari ini hari apa? Sabtukan? Berarti pakai baju olahraga, diingat-ingat to”
Putrinya tak menyahut, ia sudah tahu akan respon marah dari ibunya. Ia segera menerima baju olahraga berwarna biru tua yang kini ibunya ulurkan. Mandiri. Memang itu yang selalu ia ajarkan padanya, ia kembali membersihkan sudut-sudut rumah gedhek bambu buatan kakek buyut gadis kecilnya, ia mengusap air matanya dan kembali pada pekerjaannya.
Selang beberapa waktu lelaki berbaju penuh bercak lumpur menatapnya dan menurunkan cangkulnya.
“Kamu nggak tanya Nur dulu?”
“Loh, mas. Sudah datang, sebentar mas aku buatkan kopi”
“Sari, jawab aku dulu to, Nur baru mau masuk SD usai liburan ini lo”
“Bukannya aku nggak peduli mas, aku serahin semua ke kamu, aku yang akan ngurus biaya untuk keluarga kita sekarang dan masa depannya, kalo kita begini terus mau jadi apa dia? Itu yang lebih aku khawatirkan, mas”
“Setidaknya kamu ijin atau bicara dulu pada Nur, sekalian nanti Parto kesini kan minta berkas-berkas kamu”
Istrinya tak menyahut.
“Ibuu..., eh Bapak udah pulang” gadis itu berlari kecil menghampiri bapaknya menceritakan aksi Naruto kemarin sore, animasi kesukaannya. Tak lama, ibunya menyuruhnya berangkat sekolah dan membawakannya bekal sarapan.
Suaminya segera memompakan sepeda mini yang dibelinya di tukang rosok bulan lalu. Gadis kecil itu sudah terbiasa berangkat dan pulang bersama teman-temannya.
“Baiklah, mas. Nanti usai ia pulang aku akan bicara padanya”
***
“Assalamualaikum” Ucap gadis kecil berambur lurus tergerai menutupi bahunya.
“Waalaikumsalam, eh Nur udah gedhe yaa” Pak puhternyata di ruang tamu
“Sudah Pak puh, tadi malam sudah nggak ngompol kok, hehe” Seraya mengecup tangan kanan Pak lik. Lelaki paruh baya itu hanya terkekeh mendengar jawaban keponakannya dan menggeleng kepala.
“Nur” Ia menolah kearah suara lembut dari balik lemari kayu tua dengan politur yang tak lagi mengkilap, dalam batinnya ia senang saat ibunya bersuara lembut seperti itu. Ya.
Suara ibunya yang tegas selalu membuat teman-temannya takut dan tak jarang langsung pulang jika ibunya pulang dari ladang rumput untuk menghidupi sapi di belakang rumahnya.
“Ibu mau kerja boleh?” Tanya ibu seraya membelai rambut hitam lurusnya.
“Boleh lah bu” Ia menjawabnya seraya tersenyum ringan.
“Ibu mau kerja tapi belum bisa pulang besok”
“Emang kerja dimana bu?”
“Jauh, kamu gak usah ikut yaa, yang penting kamu sekolah yang pinter, dapet juara” Ya. Itu kata yang seringkali ibunya katakan saat marah, tetapi kali ini berbeda, ibunya mengutarakannya dengan suara lembut dan terasa hangat.
“Jakarta toh bu?” Hanya kota itu yang ia tahu. Itupun hanya nama selaku ibukota yang seringkali orang bicarakan kejauhannya dan kemegahan hanya seperti yang ia bayangkan kala itu.
“Taiwan, nak” Asing. Ia mendapati nama tempat unik lantas menambahkannya dalam bookmark dengan status tempat kerja baru ibunya.
“O” Ia membulatkan huruf itu bulat-bulat, “Nanti beli kulkas, TV,dan.... ah tidak- tidak, sepeda baru saja, warna pink ya, bu?” Lanjutnya. Ibunya hanya menganguk dan ia kembali tersenyum.
***
Suara timba sumur belakang rumah mulai bergemericik mengusik seleranya menemani bapaknya meneguk kopi, jarang ia bangun sepagi ini dan menghabiskan kopi bapaknya. Segera ia berlari menghampiri suara gemericik air dan timba sumur beriringan, terlihat ibunya tengah mencuci beras.
“Nasi kemarin masih loh bu” Ujarnya menengok isi dari balik tudung saji.
“Diem dulu, ibu mau buat nasi goreng kok. Nasi goreng itu enaknya kalo nasinya ambyar, jadi paling enak kalo dimasak kayak begini”
“Wahh, nasi goreng” Ia menyeringai senang dan bersemangat membuntuti ibunya. Ya. Makanan favotritnya sejak lidah mengenalnya. Bapaknya hanya tersenyum dan segera menyusul ikut membuntuti dan membuat lelucon pengantar hari di pagi itu.
***
Nur berangkat pagi seperti biasanya, ia berseragam sendiri, bersepatu sendiri, dan bersepeda sendiri beriiringan dengan teman-temannya tanpa bantuan roda tambahan seperti anak seumurannya. Ia bersepeda paling kencang dan tak menengok ke belakang padahal ia yang selalau membuat teman-temannya menunggu.
Ia hanya terkekeh bila teman-temannya marah, sifat ringan tangannya membuat teman-temannya tak tahan menahan cemberut, sesampai sekolah ia kembali tertawa dan diikuti gelak tawa teman-temannya.
Sesampai rumah seperti biasanya, ia segera merapikan pakaiannya pada rentetan paku yang berderet rapih di kayu pinggiran kamarnya. Ia menatap sekitar rumah, sepi. Ibunya sering pulang sebelum adzan dhuhur berkumandang, adzan sekaligus alarm baginya untuk pulang sebelum ibunya sampai rumah terlebih dahulu. Teman-temannya tengah menunggu bermain “engklek”.
Permainan yang dimainkan sejumlah anak peremuan dengan melompat satu kaki menelusuri pola yang telah mereka buat dan sepakati dan pecahan genteng atau sering mereka sebut “kreweng” sebagai nyawa bermainnya.
Senja mulai menyelimuti kerumunan padi-padi di samping rumah, gadis-gadis itu menutup permainan dengan permainan rumah-rumahan dan masak-masakan rupanya, hingga mereka lupa waktu.
Mereka pulang satu per satu menjemput komandan rumah. Gadis itu senang ibunya tak menjemputnya di pertengahan permaianan hari itu, akhirnya ia bisa menyelesaikan permainan hingga larut senja, ia pulang dengan manaiki sepeda semata wayangnya dengan kencang.
“Buu” Entah mengapa kata itu selalu jadi kata pertama saat ia memasuki rumah, rumahnya ramai orang, ramai tetangga-tetangganya tengah menonton televisi. Televisi? Baru? Televisi, bapak, kerabat, dan tetangga-tetangga yang kerap kali berlalu-lalang ikut serta ramai menunggu acara penyatu umat.
Valentino Rossi, sekampung akan bersorai ramai dimana acara tersebut dimulai dengan menyebutkan nama pembalap sepanjang masa di kejuaraan granpix motor dunia tersebut. Satu per satu para tetangga pulang seiring dengan Valentino Rossi memimpin pergerakan darat dan kacang rebus milik nenekku tersisa kulit kacang yang berserakan di atas piring.
Malam semakin larut, lelaki yang ia panggil “bapak” itu menyuruhnya untuk segera pergi ke kamar, ia pun menurut. Kamarnya sepi. Foto di pinggiran kamarnya kusam, ia meraihnya dan mendekapnya erat.
“Ibu”
Air matanya meleleh, ia mulai paham apa arti bekerja jauh, ia mulai paham Taiwan yang jauh, ia mulai paham ranjangnya kosong, ia mulai paham tak ada alarm dhuhur lagi, ia mulai paham apa arti ketidak pulangan, dan ia benci rengekan sepeda pinknya. Ia menangis.
Menangis tak bersuara, ia takut tangisnya terdengar bapak, nenek, dan tetangga depan rumahnya. Ia mendekap foto wanita muda beberapa tahun lalu, wanita yang akan marah jika ia salah memilih baju, marah jika ia merengek atau menangis, marah jika ia terlambat sekolah, marah jika ia tidak sarapan, membisikkan do’a sebelum tidur di telinganya sebelum ia terlelap, yang selalu ada sebelum ia menemani pejaman matanya hingga ia membuka mimpi indanya. Ia terlelap.
Terlelap dengan mendekap foto. Foto kusam. Keesokan paginya, ia menatap bapaknya tengah menyalakan tungku. Beberapa kali bapaknya meniup kepulan asap dihadapannya, gadis itu hanya menatap kepulan, seperti api yang nyaris padam atau malah belum lekas api menyebar di antara celah-celah kayu mulut tungku.
Bapaknya tertawa lepas mencoba membuat lelucan bahwa ia tak bisa menyalakan tungku itu, Nur hanya ikut tertawa sebentar kemudian menatap bekas penggorengan nasi goreng kamarin pagi dan terdiam. Bapaknya berdiri tegap lalu memeluknya erat. Erat.
Hingga gadis kecil itu menumpahkan apa yang tengah ia bendung di pelupuk mata.
“Man” Terdengar suara neneknya memanggil nama bapaknya.
“Nur demam” Jawab bapaknya seraya melepas dekapannya.
“Sudah, kamu makan dulu, Nur biar nenek yang ngurus”
Wanita dengan warna rambut yang sudah tak hitam itu dengan kuat segera menggendongnya, menyanyikan lagu tidur dan segera melapisi tubuhnya dengan jarit batik yang dikenakan saat gadis kecil itu lahir. Gadis kecil itu terlelap.
Neneknya hanya mampu menyeka sisa air mata milik gadis kecil yang kini berada di gendongannya itu, dan air mata nya ikut meleleh membasahi motif jarit coklat yang pernah ia berikan pada anaknya.
***
Gadis kecil itu mengerjap, membuka mata, nafasnya sesak susah bernafas. Ia mencium bau sesuatu yang tak asing, aroma yang kerap kali ia cium. Aroma seperti minyak kayu putih yang menusuk hidung, minyak kayu putih. Milik ibunya.
“Ibu”
TAMAT
Demikianlah rangkaian tulisan tentang Contoh Cerita Pendek Anak. Semoga bisa bermanfaat bagi segenap pembaca sekalian. Jangan lupa baca juga tulisan cerita yang lainnya.
Belum ada Komentar untuk "++ Contoh Cerita Pendek Anak Yang [Singkat+Lengkap) "
Posting Komentar