OPINI: Tidak Stabilnya Pendapatan Asli Daerah Dari Sektor Retribusi di Kota Serang
Ditulis oleh Nafahatun Solehah - Mahasiswa D3 Perpajakan, FEB UNILA Lamban Pergerakan. Kemandirian suatu daerah dapat dilihat dari kinerja daerah dalam mengelola keuangannya dan suatu daerah mampu berotonomi dapat diukur dari kemampuan keuangan daerahnya, faktor keuangan menjadi penentu kesuksesan penyelenggaraan otonomi daerah dan faktor keuangan juga yang menjadi tulang punggung bagi terselenggaranya kegiatan pembangunan oleh pemerintah daerah.
Setiap daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan agar dapat menggali potensi-potensi sumber keuangan sendiri, mengelola lalu menggunakannya agar dapat membiayai penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya. Ketergantugan dengan trasferan dari pemerintah pusat harus diminimalisir agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat menjadi skala prioritas sumber keuangan terbesar.
Menggali berbagai potensi yang ada pada suatu daerah diharapkan daerah tersebut dapat memanfaatkan potensi yang ada guna meningkatkan pembangunan di daerahnya, oleh karena itu PAD menjadi faktor penting dalam otonomi daerah. Daerah memerlukan aparatur sendiri diluar dari aparatur pemerintah pusat, hal ini menjadi konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri, oleh sebab itu selain fungsi utama pemerintah daerah sebagai penyedia layanan kepada masyarakat, adanya otonomi daerah juga menuntut pemerintah daerah dalam berupaya untuk menggali potensi-potensi sumber pendapatan daerah.
Penerapan otonomi daerah dalam sistem pemerintahan daerah di Indonesia, peraturan yang mengatur otonomi pada Kabupaten/Kota di Indonesia dapat ditemukan pada Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Daerah memiliki hak untuk mendapatkan sumber keuangan seperti kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan, memiliki wewenang untuk memungut dan mendayagunakan retribusi daerah dan pajak serta mempunyai hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah, selain itu daerah memiliki hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber pendapatan lain.
Kota Serang terbentuk sebagai daerah otonom pada tanggal 10 Agustus 2007 yang didasari oleh Undang-undang nomor 32 tahun 2007, Kota Serang saat ini dihadapkan pada tantangan dan permasalahan yang cukup memberikan perhatian dalam meningkatkan kemandirian daerahnya agar sejajar dengan daerah-daerah otonom lainnya, PAD menjadi salah satu tantangan terbesarnya, rendahnya PAD kota Serang disebabkan oleh minimnya pendapatan dari sektor retribusi, fenomena tersebut bukan hanya menjadi indikator rendahnya kemandirian keuangan daerah, karena dari sisi lain rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta rendahnya kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola potensi ekonomi di daerahnya.
Kota Serang memiliki tiga jenis retribusi daerah yang diatur dalam Peraturan Derah Kota Serang nomor 13 tahun 2011 tentang Retribusi daerah, diantaranya Retribusi umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) kota Serang pada tahun 2012 menargetkan retribusi daerah sebesar Rp 2,50 juta dan terealisasi sebesar Rp 2,40 juta atau (99,5) persen dari target yang di rencanakan.
Kurang maksimalnya realisasi retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di daerah Kota Serang perlu mendapatkan perhatian serius karena selain berpotensi dalam mendorong menambah PAD dari sektor retribusi IMB juga penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dalam kegiatan pembangunan di kota Serang.
Berkaitan dengan sanksi yang diterapkan oleh pemerintah kota Serang masih dinilai kurang tegas dalam penanganan terhadap rumah tinggal atau tempat usaha yang tidak mempunyai Izin Mendirikan Bangunan padahal Peraturan Daerah kota Serang telah mengatur hal tersebut dalam Peraturan Pemerintah Kota Serang nomor 5 tahun 2009 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada pasal 6 ayat 2 disebutkan bahwa tata cara pemberian sanksi yaitu : Pertama, teguran secara tertulis dari dinas berturut-turut sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 minggu. Kedua, apabila teguran sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak diindahkan, maka Walikota dapat melakukan penyegelan (pengosongan) atau pembongkaran terhadap bangunan yang melanggar ketentuan tersebut.
Akan tetapi sanksi tersebut dinilai belum berjalan sebagaimana meharusnya, sehingga menimbulkan persepsi negatif yang membawa masyarakat pada sikap ketidakpatuhan terhadap kepatuhan kewajiban dalam mengurus IMB. Hal ini sejalan dengan pengakuan salah satu masyarakat yang tinggal di kelurahan Terondol Kecamatan Serang mengaku pernah mendapatkan surat edaran terkait dengan kewajiban mengurus IMB terutama bagi pemilik rumah dan bangunan yang belum menyertakan IMB pada banguna rumah yang ditempatinya, akan tetapi menurutnya belum adanya tindak lanjut dari pihak kelurahan ataupun kecamatan sehingga sebagian masyarakat kurang mengindahkan perihal surat edaran yang dilayangkan tersebut.
Berdasarkan keterangan Kepala Sub Bidang Pelayanan dan Perizinan Usaha di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) kota Serang menjelaskan bahwa BPTPM pernah melakukan sosialisasi ditahun 2012 dan tahun 2013 terkait IMB di setiap kecamatan, selain itu pada tahun 2013 dan tahun 2014 Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) juga telah mencoba melayangkan surat edaran di setiap kecamatan khususnya pada bangunan rumah atau rumah toko yang belum mempunyai IMB, beliau mengatakan kendala yang dihadapi saat ini adalah semenjak adanya pemekaran dan Kota Serang telah resmi menjadi daerah otonom sendiri , penyelenggaraan perizinan khususnya IMB sepenuhnya menjadi otoritas Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) kota Serang. Berbeda pada saat masih menjadi Kabupaten, masing-masing kecamatan memiliki otoritas untuk menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan bagi masing-masing warganya, hanya saja saat ini kecamatan tidak lagi memiliki otoritas tersebut dan sepenuhnya ditanggung oleh BPTPM kota Serang, ungkap bapak Evan. Hal ini bisa menjadi salah satu penyebab belum optimalnya pendapatan pemerintah Kota serang pada sektor retribusi yang menyebabkan masyarakat yang memiliki tempat tinggal yang jauh dari BPTPM menjadi enggan untuk mengurus IMB.
Koefisien positif retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengakibatkan terus meningkatnya jumlah penerimaan PAD pada setiap tahunnya, sehingga Pemerintah Daerah tidak perlu takut terjadinya penurunan penerimaan PAD.
Pemerintah daerah disetiap Kabupaten atau Kota memiliki jumlah penerimaan pajak dan retribusi yang berbeda-beda hal ini dipengaruhi oleh Sumberdaya Alam dan Sumber Daya Manusia di daerah tersebut, sehingga sebaiknya jika Kabupaten atau Kota memiliki tingkat penerimaan retribusi yang lebih tinggi daripada penerimaan pajaknya, maka sebaiknya pemerintah daerah tersebut lebih fokus untuk meningkatkan jumlah penerimaan retribusi di daerahnya sehingga mampu untuk menutupi rendahnya penerimaan pajak di daerahnya, begitu pula sebaliknya jika Kabupaten atau Kota memiliki tingkat penerimaan Pajak yang lebih tinggi daripada penerimaan Retribusinya, maka sebaiknya pemerintah daerah tersebut lebih fokus untuk meningkatkan jumlah penerimaan pajak di daerahnya sehingga mampu untuk menutupi rendahnya penerimaan retribusi di daerahnya.
Bertambahnya PAD di Kota Serang akan berdampak pada peningkatan fasilitas-fasilitas bagi masyarakat di Kota Serang dalam artian lain adanya peningkatan PAD diharapkan dapat pula meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kota Serang.
Belum ada Komentar untuk "OPINI: Tidak Stabilnya Pendapatan Asli Daerah Dari Sektor Retribusi di Kota Serang"
Posting Komentar